Sabtu, 14 Juli 2012

Kisah Sembilan Wali

Visualisasi Sejarah Yang Mengindahkan Tata Krama


Sebagai pencita film dan serial laga, baik itu produk dari negeri tirai bambu yang biasa di sebut Wu Xia maupun produk lokal, saya sangat menunggu kehadiran produk lokal berupa sinetron silat yang bener-bener bagus dan berkelas. Aduuuh..... setiap hari rasanya bosaaaaaaaaaannn...di suguhin sinetron drama stripping yang ceritanya itu-itu aja..., isi nya ABG pacaran kalau gak emak-emak mata mendelik dan rebutan ini dan itu serta tentu saja jambak-jambakan kalau dah ribut.

Di dunia persinetronan indonesia sebenernya susah untuk mengharapkan tayangan laga kolosal kalau bukan dari pelopor dan ahlinya ..(ceilaaaaaaaaaaaah...... dah besar kepala itu si budiarti.. sambil kipas-kipas dan kedip-kedip.. duduk kaki menyilang ala nyonya sosialita), yah... siapa lagi yang sudah menorehkan tinta emas di dunia sinetron kolosal kalau bukan Genta Buana Pitaloka, walau apa mau dikata, di puasa-in 40 hari 40 malem sambil nanggap wayang orang juga gak bakalan balik itu sinetron kolosal yang bagus-bagus jaman dulu, sekarang genta buana bikin sinetron sambil merem, nulis sekenario dan cerita sambil ngupas bawang dan goreng krupuk, orang kostum juga manggil tukang permak keliling kali ah... ( ... sambil pegang kepala .. panadol please...).

Setelah sukses bikin warga pencinta sandiwara radio, pemerhati sejarah, dan pencinta serial laga kolosal muntah-muntah dan ngamuk-ngamuk sampai meronta-ronta gak ketulungan dengan menghadirkan sinetron berbandrol "Tutur Tinular Versi Nanguzubikahimindalik" (wkwkkwwk..... entah gimana nulisnya ya).. kini production house yang dulu pernah punya set megah di bumi perkemahan cibubur itu bikin "barang" baru lagi, gak tanggung-tanggung sekali lagi bikin re-make produk sukses mereka kala dahulu tentu saja lagi-lagi dengan versi baru (.. huuuhft... please dech..) yaitu kisah perjuangan para pejuang penyebar agama Islam Wali Songo. 

Ya... dahulu kala entah tahun berapa production house yang di kusiri oleh Budi Sutrisno ini juga pernah bikin,  hari itu jangan nanya hasilnya kaya apa, coba search di youtube, keren ya... ya..iya lah....(sambil kipas-kipas dan kedip-kedip tentunya..) genta buana pitaloka gitu loch... , orang-orang dibelakang layar jangan ditanya keprofesionalannya kala itu , lho... itu kan jaman dulu... sekarang.. TEEEETTTTEEEPPP (dengan gaya tata dado pakai bulu-bulu...) TAMBAH ANCUR .... wkkwwk... Barang baru yang baru saja tayang beberapa hari lalu itu diberi bandrol Kisah Sembilan Wali, dengan menggaet aktor ganteeeeng.. Henky Kurniawan (maaf kakang prabu... wkwkw), yah salah satu strategi untuk menarik pelanggan lama yaitu memasang orang yang sudah di kenal publik sebelumnya, tapi apakah ini akan berhasil, kita liat aja nanti bagaimana nasib dari Kisah Sembilan Wali setelah lebaran.

Jauh-jauh hari sebelum sinetron ini di promosikan melalui trailer nya di Indosiar, saya sudah melihat gambar-gambar kemegahan set permanent Genta Buana Paramitha ini di daerah sodong. Pertama melihatnya saya sempat berfikir sepertinya ini akan dibuat serius, set begitu megah dengan ornament emas dimana-mana, hampir tertipu mata saya, mungkin kalau ada anak kecil dibohongin "yuk... kita ke taman mini..." pasti dia girang loncat-loncat gak ketulungan di bawa ke set sodong ini dipikir taman mini. Bener lho memang megah.. namun sangat disayangkan set ini bener-bener dibuat di lingkungan alam yang terbuka dalam arti seperti di sebuah lapangan luas tanpa ada pohon-pohon seperti di bumi perkemahan cibubur kala itu. Karakteristik dari set juga agak bikin dahi berkerut..(aduh.... kerutan....musti dirawat nih... ke bengkel bubut), bagaimana tidak sekilas dari jauh bangunan-bangunan yang bernuansa tradisional itu tidak mirip dengan bangunan jawa, malah terlihat seperti pure-pure di bali, ornament-ornament di sekeliling juga terasa aneh, kalau gak salah ada  hiasan berupa kuda laut, saya sih belum pernah liat ya di cerita jawa ada binatang itu si kuda laut.. saya jadi berfikir kenapa gak skalian aja di ajak sponge bob sama patrick di taruh buat hiasan istana ya.. wkkwkw... yah.. yang namanya membuat sinetron laga kolosal berlatar sejarah (hayo.. jangan ngeles lagi bilang ini kisah fantasi... kalau gak pengin di JAMBAK... sampai botak kaya pattel tuh..) itu seharusnya ada konsultan sejarah yang bertugas sebagai lampu senter biar gak gagap jalan dan kesasar kemana-mana kaya pendahulunya tuh si "versi siluman", bagaimana kostum kala itu, bagaimana set bangunan pada masa itu, jadi nantinya akan berhasil dengan baik, bukan malah sembarangan pada sok pinter bikin experiment di sana-sini entar judul sembilan wali di dalam malah ada Cakra Dara dan Kuda Merta, sekalian aja tuh ajak mak lampir lagi, kali ini jangan naik kebo, suruh dia naik gerobak sekalian, kebo nya kan dah ada tuh yang dari india...(sumpah jengkel gua.... sambil ngetik gini aduh... tangan dah gatel pengen GARUK....).

Tadi ngomongin set sudah ya.. sekarang kita bicarakan kostum, memang tidak salah dari sembilan wali yang paling populer ya Sunan Kali Jaga, udah.. jangan pikir macem-macem mengharapkan asal mula sunan kali jaga itu siapa, gak bakalan di jabarin di serial ini walau mengharap sampai menangis guling-guling kecebur got juga gak di kabulin. Sunan Kali Jaga diceritakan muncul pada akhir Majapahit, jadi walau bagaimana pun kostum jaman itu juga sekali lagi harus di pikirkan. Sepanjang ini kostum kanjeng Sunan Kali Jaga sih bagus, seperti yang digambarkan di poster-poseter madrasah ya, dengan busana jawa tertutup memakai blangkon dan pegang tasbih, namun bagaimana dengan tokoh lain..? seperti tokoh para perempuan yang aduh... entah siapa namanya ..(aduh... maaf ya, gak pengin kenal.. cukup tau aja tuh mahkotanya udah ngalahin pot kembang di teras gua...), tokoh perempuan ningrat yang diperankan oleh poppy bunga itu berbusana aneh, ini kelihatan sekali dari aksesoris mahkota, sepintas ini tidak mirip sama sekali dengan mahkota perempuan ningrat jawa, malah kelihatan seperti helm perang tentara cina di film Red Clift, atau pun tentara romawi, coba perhatikan gambar dibawah nanti tuh... memang semua dibuat dari bahan yang seolah logam mulia, namun kebelakang yang menutupi sebagian besar rambut itu mirip dibuat seperti bulu unggas.. ya ampuuuuun,, ini busana apa... Indian... mau niru pokahontas.. (pokahontas gak pakai mahkota.. tapi siapa lagi yang gua kenal cuma dia orang indian...wkwkw), sekalian aja suruh naik sampan dan ngobrol ma pohon ..., Kemudian busana atau pakaian yang dia kenakan .. lagi-lagi kemben itu dibuat seperti korset ala wanita barat jaman baheula, yang punya zip di punggung, dipadukan dengan rok lebar yang menyuntai sampai mata kaki... ini mengingatkan saya akan penata busana di Tutur Tinular Versi Kelapa Ngomong itu.

Rambut para pemain juga, selain pemain perempuan yang semua memakai mahkota berbentuk helm metalik itu, para tokoh pria juga gak mau kalah, seharusnya jaman itu laki-laki dan perempuan memakai cempol rambut, seperti konde kecil tepat diatas kepala, tetapi semua tokoh pria menggunakan mahkota seperti bando yang cuma nyelip di atas jidat. Pemasangannya pertama pakai wig atau rambut palsu yang mirip punya  ira swara itu kemudian baru dipasang mahkota yang seperti bando dia atas jidat.. sudah deh jadi gak repot bikin cempol yang memakan waktu sampai 4 menit tiap orang.

Beginilah kalau serial laga kolosal di buat stripping, selain sekenario yang memang belum mateng dah di hidangkan jadi rasanya pengen lempar piring, persiapan setiap hari menjelang shooting juga payah. Bayangkan kalau mau menggunakan kostum asli sesuai setting sejarah, mereka para banci-banci make up itu musti pasang cempol dan konde serta menata rambut para pemain sambil mulut mereka ngoceh hana.. hini...hana..hini kuncrut gak jelas... dan sudah di pastikan gak bakalan bisa selesai dengan cepat. Makanya mereka mendesign aksesoris kepala berupa helm, yang tinggal di sisir trus pasang udah deh..,  baju juga tinggal pasang, terik zip udah. Banyak yang bilang juga kostum pemain pria sangat aneh, mengingatkan kita pada film Barry Prima Pedang Ulung yang menggunakan kostum antah brantah gak karuan, namun Pedang Ulung film digarap dengan sangat bagus, coba deh liat, sedangkan sinetron sembilan rangers ..eh.. salah.. ya ampun sumpah..deh..gak sengaja... wkwkkw... maafin ya.. (sambil benerin jilbab...wkwkkw) maksud saya sembilan wali ini mirip dengan kostum ala power rangers zeo, dengan bahan lather atau kulit berwarna cerah, dengan ornament berkilauan terus lengan panjang dan zip dipunggung, sudah Power Rangers versi boyolalai deh..... tambah aneh lagi dengan celana panjang mereka yang dimasukan ke dalam sepatu boot.... (ini seperti  film kungfu... cuih.... film kungfu mah gua demen.. ini.... aduh...kiri bang.. komdak ya...). Dah ah capek ngomongin kostumnya gak abis-abis.

Kemarin beberapa kali saya sempet nonton Kisah Sembilan Wali walau cuma beberapa menit sehari, saya melihat ada adegan pertikaian yang berbau SARA (hiiii.. inget si sarah... wkwkwk.. tuh kan orangnya dateng.. pasti nawarin kreditan sperei.. males wkkwkw), yah pertikaian antara umat hindu yang menjadi agama sebagian besar warga era Majapahit dengan umat Islam. Dalam pertikaian ini umat hindu kalah jadi seperti dibuat pecundang ceritanya, sedangkan umat islam begitu ajaib, hanya tinggal menengadahkan tangan baca doa bismillah dan lain sebagainya semua berubah total, yang tadinya ketakutan karena penyerbuan akhirnya para penyerbu itu langsung pada terlempar jauh setelah dibacain doa....Apa sebegini juga kah agama Islam itu, tinggal membaca doa langsung turun hujan, tinggal menengadah tangan langsung musuh pada jumpalitan. Kok selama ini yang aku lihat enggak begitu sih...... kalau segampang itu aku juga mau deh ikut jadi pengin apa-apa tinggal baca doa seketika itu langsung keturutan kontan gak pakai nunggu lama-lama ya agak... wkwkww.

Dengan salah satu adegan itu sudah menyiratkan banget kalau sang penulis sekenario itu tidak paham akan kisah ini, dan maaf sepertinya dia juga tidak mengerti apa itu Islam dan apa itu arti hubungan baik sesama umat beragama, memang benar saat itu ada konflik semacam itu, tapi apa tidak bisa dibuat dengan lebih "art" (wadugh.. ngerti gak nih si Asrevy K apa itu "Art"....wkwkkw) jadi tidak menimbulkan pemikiran-pemikiran negatif dari para penonton.

Selain itu juga adegan laga yang niat banget perang-perangan di lapangan, bener-bener deh seperti jaman anak-anak kalau mau perang-perangan ya dilapangan, karena kalau di lingkungan rumah sudah pasti itu ada emak-emak ikut nimbrung bawa sapu....Minggat gak lo orang dari sini... wkkwkwkkw, waduhhh sekali lagi rambut gua dah kribo gara-gara ini. Katanya sinetron laga kolosal, tapi orang cuma beberapa saja... sekalian aja 3 orang biar dikira acara KLOMPENCAPIR wkkwkwkw.. atau cerdas cermat.

Ya.. mungkin niat Genta Buana Paramitha (... males banget nyebut nama PH itu..) itu bikin serial ini untuk mengambil momentum ramadan yang sebentar lagi tiba, namun kalau isi ceritanya yang justru penuh dengan pertikaian antar agama islam dan agama lain apa itu baik buat tontonan, sementara jaman sekarang aktualnya saja sudah keliatan tuh... dimana-mana ribut, paling benter lagi ramadan juga akan disambut dengan pelepasan onta... wkkkwkwkw (hayo...... sweeeeeping.......semua harus tutup....).

Kita akan lihat kedepannya apa sinetron ini akan mengulang sukses pendahulunya yang berhasil memberikan suntikan virus rabies kepada orang-orang yang memang rabies para pencinta Tutur Tinular Versi Planet Pluto itu, ah... aku gak mau lagi nulis semoga-semoga.. seolah-olah ngarep lagi sama mereka untuk bikin yang lebih bagus, ini juga gak bakalan jadi kalau orang-orang di sekeliling "Sang Ratu" itu masih orang-orang bodoh yang gak ngerti sinetron kolosal gak bakalan kejayaan Genta akan terulang.

Dah ah ..udah jam 04:00 pagi... Pasti masjid di Indonesia dah pada adzan, aku mau bobo ya.. semoga gak mimpi di kejar nini suminah (wkwkkw orang gila paling populer di kroya tahun 80-an akhir wkwkkw..), hoaam dah ya, jangan lupa, cintai budaya nusantara kita dengan melestarikan dan tidak menikmati karya seni yang menyesatkan.... (by Dede Loo July 15th 2012)





Achaaa...Achaa... Tutur Tinular Versi India....(Menjijikan..)


Dulu sekitar tahun 1995 pertelevisian Indonesia digempur secara bertubi-tubi oleh tayangan serial maupun film silat import dari hongkong. Saya masih ingat betul kala itu, dimana setiap hari pada jam-jam prime time diduduki oleh serial kungfu mandarin, hampir semua setasiun televisi (kecuali TVRI tentunya yang masih ngeributin iuran) menayangkannya, lihat saja seperti TPI yang sekarang berubah nama menjadi MNC TV kala itu memiliki program “Jagat Kungfu” setiap hari pukul 19:30, serial-serial seperti Pedang dan Kitab Suci, Pendekar Hina Kelana, Judge Bao adalah sebagian kecil dari program Jagat Kungfu yang popular kala itu. Di setasiun lain juga tidak mau kalah, SCTV punya program seri silat legenda negeri tirai bambu yang sangat terkenal yaitu Bai Shi Zhuan atau White Snake Legend dengan tokoh utama Pai Shu Chen, atau Indosiar yang dengan sangat berani menampilkan trilogy Chin Yung, Pendekar Pemanah Rajawali (Shen Tiaw Eng Hiong), Kembalinya Pendekar Rajawali/Return Of The Condor Heroes (Shen Tiaw Hiap Lu/Shen Tiaw Shia Li) dan Pedang Pembunuh Naga (To Liong To). Walau trilogy itu sudah uzur ya…. secara versi yang ditayangkan di TV kala itu adalah versi yang lama saat Andy Lau masih muda belia tahun 80-an. Setelah serial itu booming mendadak saat usia serial sudah belasan tahun tentu saja mungkin pemainnya kaget ya heeeee…
Akibat serbuan serial kung-fu dari dataran china yang teramat banyak itulah, maka para pekerja seni atau lebih spesifik lagi orang-orang film local berpikir untuk membuat serial silat local, maka munculah Genta Buana Pitaloka (hari itu namanya Menara Gading)  yang kala itu lama tidak membuat serial silat meluncurkan Singgahsana Brama Kumbara, bagaimana reaksi masyarakat…? Wooowww berhasil, Eh.. tapi sebelum singgahsana Brama Kumbara, pada sekitar akhir 80-an hingga awal 90-an rumah Produksi pak Budi Sutrisno ini juga pernah membuat “Mahkota Mayangkara” yang tayang setiap hari sabtu siang pukul 11:00 di TPI, itu lho sequelnya Tutur Tinular, tapi malah digarap jauh-jauh tahun sebelum Tutur Tinular Serial di buat.
Saking suksesnya membuat sinetron silat, dan rasanya pertelevisian indonesia sudah demam serial silat ya, maka rumah Produksi lainpun tidak mau ketinggalan, semua seolah berlomba menggarap sinetron silat dengan berbagai jenis. Sebut saja Hari Topan Entercine menggarap Wiro Sableng, Diwangkara dengan Jaka Tarub, Jaka Tingkir, Mega Kreasi Film menggarap Prahara Prabu Siliwangi, tidak hanya production house yang identik saja menggarap serial laga, Perusahaan pembuat sinetron semacam Multivison dan Starvision yang kebanyakan membuat drama serial kala itu juga ikut latah, starvision membuat Jacky, dipasang kan Ari Wibowo dan Ayuni Sukarman menjadi jagoan-jagoan muda ibukota, dengan seting jaman sekarang tentu saja memberi warna lain, Multivison meluncurkan “Perjalanan” kembali Ari Wibowo berlaga sebagai jagoan kali ini digandengkan dengan ratu sinetron kala itu Tamara Blezinsky yang wajib untuk beradu tendangan juga. Judul-judul lain kemudian menyusul, hampir semua cerita rakyat di negeri ini sudah terangkat dengan indah dilayar televisi, hingga suatu saat titik jenuh itu muncul juga. Dalam pandangan saya, kejenuhan muncul bukan dari para pemirsa TV…, melainkan para produsen itu sendiri, yang sudah tidak bersemangat lagi menggarap nya. Para pemain mungkin dikurangi adegan laganya biar honor bisa di pangkas, sehingga digantikan oleh gambar animasi kelas bangkai tikus…. Ya Tuhan Jeleeeeeeknya minta ampun, gimana penonton gak muntah-muntah lihat orang mau berantem sudah pasang kuda-kuda tiba tiba jadi kala jengking lah, jadi kodok, monster ini , monster itu walaaaaaahhhhhh pokoknya semua binatang dimuka bumi ini dari semut sampai biawak pernah menjadi stunt in para tokoh sinetron silat dalam adegan laga…. Ihhhh muntah kaleeeeeng.
Dan begitulah hingga kemudian sampai pada masa transisi,…. Masa ini adalah masa dimana saya merasa seperti menderita stroke yang cukup lama, gimana tidak…, ada sinetron atau FTV judulnya Jaka Tarub dan 7 Bidadari eeeeeeeeeehhhhhhh jaka tarub pakai celana jeans, bawa mobil, trus berantem ala serial silat, nama tokoh macam orang jaman dahulu, tapi rumah gedongan, pakai gaun tapi berantem pakai pedang dan loncat terbang, habis itu nyanyi dangdut ala india…… wadddddddduuuuuuuuhhhhhh aku tersiksa bener……  hingga suatu saat hal semacam itu lenyap sudah. Tidak ada lagi  sinetron atau FTV indonesia yang berantem-berantem. Saat itu semua sinetron berganti dengan cerita yang hooooaaaaaaammmmm mau bobo kalau saya ingat, lebih muntahhhhhh kaleeeeeengggggg. Ada bibir yang di tukar, ada cinta fitri banci, ada ini ada itu gua tidak mau tahu. Apa masyarakat senang….. yaaaaaa tentu saja para ibu rumah tangga, remaja putri dan juga remaja putra yang keputri-putrian pasti suka tayangan cengeng babi ala cinta fitri dan lainnya.
Sinetron cengeng ala telanovela tetapi lebay ini merajai pertelevisian sudah bertahun-tahun yaaaa sekitar 5 tahun terakhir. Berhasil sih… secara mungkin tidak ada tontonan lain, atau masyarakat kebanyakan malas menonton film import berkualitas ala Bioskop Trans TV atau Box Office nya RCTI karena kendala bahasa. Yang penting sinetron drama najis itu ada dimana-mana, bintang baru dengan acting diluar standard bermunculan, bintang macam Nikita Willy dan Sheren Sungkar pun kebingungan mau simpen duit dimana saking kaya nya gara-gara sinetron ini sukses membodohi masyarakat. Sampai sekarang juga saya selalu menunggu adanya sinetron laga klasik macam dulu.
Baru-baru ini, Genta Buana Pitaloka yang sudah lama mengganti nama menjadi Genta Buana Paramita, merilis ulang atau tepatnya lagi membuat ulang kisah sukses Tutur Tinular menjadi Tutur Tinular Versi 2011. Melihat tayangan trailer di televise saya sangat gembira sekali, karena saya berfikir ini lah saatnya geliat laga klasik kolosal kembali bangun dari bobo nya. Hingga tiba saatnya penayangan perdana Tutur Tinular versi 2011 itu tiba, dan saya menyaksikan dengan antusias dari pertama gambar muncul.
Hatiku yang berbunga-bunga mendadak malah menjadi berakar-akar gak karuan melihat tayangan yang dulu sangat aku cintai ini. Bagaimana tidak, kesan pertama muncul pemain menggunakan kostum ala kerajaan Mataram Islam saya sudah kaget, ini Genta Buana tumben banget, apa mereka mabok semua atau malah merekrut penata kostum secara asal-asalan sambil merem atau bahkan tidak ada meeting dengan serius mengenai kostum. Minimal mereka melihat di masa Tutur Tinular 1997, ini adalah kerajaan Singasari. Singasari adalah sesepuhnya Majapahit, pada jaman Majapahit saja tidak ada pakaian yang tertutup, semua pria sampai rajanya juga bertelanjang dada, paling dia memakai aksesoris seperti kalung atau selendang, tapi bagaimana mungkin pejabat kadipaten Manguntur dan Kurawan berpakaian ala Kerajaan Mataram, dengan menggunakan jas jawa warna-warni wartinah waria warung tegal (lebay dehhhh) bertopi seperti ember kapur ala penganten jawa, semua itu bukan punya singasari. Kostum wanita juga tidak kalah mengecewakan, oke lah mungkin dengan sedikit improvisasi pada hiasan mewah di kepala salah satu putri ini agak menarik, tapi mengapa pakaian Nari Ratih seperti wanita Hindustan dengan kerudung?
Bukan itu saja pemilihan peran untuk tokoh-tokoh sentral juga kurang sreg.. Arya Kamandanu berkulit terlalu putih, wajah kurang Simpatik dan terlalu ceking, sementara ayahnya Empu Hanggareksa malah terlihat lebih muda dan tidak ada tampang seorang Empu pembuat senjata, tidak disinggung sama sekali kalau ayah Kamandanu ini adalah seorang Empu, dia berpakaian seperti lurah-lurah pada masa kompeni yang menguasai pasundan….. waduuuuuhhhhhhhhhhhhh parah.
Musik pengiring….. dulu pada zaman Tutur Tinular versi bioskop dan Tutur Tinular 1997 musik digarap dengan sangat bagus sekali oleh Harry Sabar dan juga Idris Sardi pada versi layar lebarnya, dengan adanya ilustrasi music tersebut kesan kolosalnya duuuuuaaaaapattttt buaanget…, para pendekar tampak gagah dan perkasa saat bertarung di iringi ilustrasi music om Harry. Bahkan dalam Saur Sepuh dulu music Harry Sabar sempat di pakai untuk Produksi film laga di hongkong…. Tapi….. Tapi…. Oh….. lihat sekarang, saya pusing mencari siapa penggarap ilustrasi music pada Tutur Tinular 2011 ini, entah siapa namanya.. apa dia pemain organ tunggal atau apa. Dalam sebuah adegan pertemuan Arya Kamandanu dengan Nari Ratih aku sempat korek-korek kuping tidak percaya ketika aku mendengar ada lagu Original Soundtract Chin Shen Shen Yu Mong Mong/清深深雨蒙蒙 (Kabut Cinta) yaitu lagu Hao Xiang Hao Xiang/好想好想dalam bahasa Indonesia dan dinyanyikan oleh seorang pria, lagu itu dalam satu episode muncul berkali-kali. Demikian juga dengan music lainya aku rasa seperti memotong instrument dan di tempel begitu saja pada adegan-adengannya, waduuuuuuhhhhh yang kaya gini gak bisa nih dibilang versi 2011. Dimana-mana yang namanya versi baru itu selalu lebih bagus dari versi lamanya, lihat aja Return of The Condor Heroes versi Lama dengan baru kan bagusan yang baru, walau artis ganti tetapi hal-hal lain semacam effect dan teknologi pengambilan gambar tambah keren…. Ehhh yang ini malah seperti habis pakai window vista terus pakai DOS, mampus dah… mending gua nimba air ngisi bak mandi.
Yang paling fatal dari semua adalah adegan fight yang selalu saja dibuat slow motion, hellllloooooooo ini sinetrol silat, dahulu kala jaman sinetron macam ini booming, dalam lokasi shoot ada latihan khusus para pemain untuk dapat beradegan speed fighting…, ini di tekankan sekali lho terutama di Diwangkara, calon pemain yang bisa speed fighting dan yang tidak pasti akan lebih di hargai yang bisa speed fighting. Karena adegan akan semakin dramatis melihat jurus silat yang di peragakan dengan bagus dan cepat, perpaduan kibasan pedang, pukulan dan tendangan serta loncatan itu diberi effect suara hasilnya sangat memukau, nah kalau dah di slow motion terus apa bagusnya,? Mau taruh sound effect juga nanti bunyinya seperti apa?..... walahhhhhh jadi ingat ketoprak nya TVRI stasiun Yogyakarta deh … kakang mbok….
Ada lagi ini yang parah banget ni, Tutur Tinular Versi 2011 ini tidak di dubbing, mereka menggunakan direct vocal atau suara asli pemain seperti sinetron drama pada umumnya. Ini tentu mengganggu, sinetron silat kebanyakan beradegan di luar ruangan dengan latar belakang hutan, danau atau pasar buatan, untuk shooting di medan seperti itu tentu tidak mungkin dong genset di taruh di bawah tanah atau di letakan di kampung sebelah, mau ditaruh dimana juga itu suara generator kedengaran masuk ke boomer. Ingat tidak di Prahara Prabu Siliwangi dulu entah ada salah dimana, salah satu episode lupa tidak ter dubbing, hasilnya saat tayang di televisi dialog tidak kedengaran dan yang terdengar suara mesin genset yang mengganggu. Mungkin iya jaman sekarang ada boomer yang bisa meredam suara latar yang ribut, tetapi penggunaan logat bahasa pemain kan sangat berpengaruh, mana yang harus berwibawa, mana yang romantis, mana yang urakan dan mana yang menggoda itu memerlukan teknik vocal tersendiri, nah teknik vocal inilah yang belum dikuasai oleh kebanyakan para pemain sinetron laga jaman sekarang, jadi akan lebih bagus banget kalau di dubbing menggunakan pengisi suara yang professional seperti sanggar Prativi dan lainya. Coba saja perhatikan suara Nari Ratih yang aduuuuhhhh gimanaaaa gitu bikin mules kalau dengar…. Datar dan tidak berjiwa.
Walau bagaimanapun juga aku selalu mengikuti setiap episodenya karena saya masih menunggu kehadiran Mei Shin, entah apa jadinya Mei Shin nanti, kostum apa yang akan di pakai? Terkadang saya suka geli dan tersenyum sendiri, bagaimana tidak melihat kostum pemain yang saya sebutkan di atas sudah salah nah ketika Mei Shin Muncul saya membayangkan dia menggunakan pakaian ala wanita china pada zaman Manchu, jadi kaya putri Huan Zhu gitu ada kebon bunga di kepala dan sandal yang hak nya di tengah huaaaaa haaaaa haaaaa….. habisnya bête banget dari tadi salah kostum mulu.
Sampai dengan saat ini, kebanyakan orang yang cerdas dan berpendidiakan serta berpikiran kritis menganggap sinetron ini adalah sinetron sampah, saat ini umur sinetron ini sudah ratusan episode. Merajai ratting... oh... tentu saja... (dengan mata kedip-kedip), semua tabloid (enggak semua sih... memang siapa itu sinetron sampah..?) menulis artikel tentang keberhasilan dari produk jelek ini dengan senyum-senyum ala muka Fenny Rose kalau lagi bawain program silet... mimik najis... wkwkkw.. najis tralala wolak-walik gambreng pokoknya. Namun sebagian penonton setianya yang terdiri dari anak-anak sekolah yang suka bolos, suka main facebook doang kalau di sekolah, suka nongkrong di warnet buka FB karna gak punya hape, trus ibu-ibu yang suaminya gak punya duit buat berlangganan tv satelit, serta para remaja alay .. ya alay.. cowok-cowok yang suka rempong .. rumpinawati, ngegosip.. serta suka dandan pakai baju warna-warni nabrak dan hobynya jalan-jalan di  mall tapi gak pegang duit.. nah semua golongan itu selalu setia menyaksikan dan bertepuk tangan akan keberhasilan karya dari sutradara india hitam jelek kumel dan hidup itu...
Yahh .. mau gimana lagi.. cuma segitu sih kreatifitas dan minat masyarakat kebanyakan di negeri ini.. mau disodorin karya bermutu dia bilang.."Ih... apaan sih... gak jelas... jelek banget sih pemainya.. tua-tua... itu sih tontonan nenek-nenek..." (..Sampai pengin JAMBAK... gua nulis nya wkwkkw..), nanti dikasih tontonan yang asal-asalan.. yang penting pemain ganteng dan cantik (... aduh.. ada drum atau apa kek.. gua mau muntah........) dia baru girang... oh.... ganteng banget.. oh.. cantik deh.. ih... cocok banget kak "anu" dan kak "ini..... ih.. cco cweeet.... (NAAAAAAAAAJISSSSSS)... akting (..mereka kalau nulis "acting" kan begono..  maklum dah goblok dari kandungan biyung) akting mereka bagus dech..... (...... ih... memang ngerti acting bagus itu kayak apa.... sekali lagi... pengin JAMBAK trus BLENDER muka dia..).
Ah.. sudah lah... dah kriting rambut aku ini ngomongin produk yang satu ini.... dah ya... dha.... (Revised By Dede Loo July 14th 2012).






Tutur Tinular Versi 2011, Kemana Arah Tujuanmu……?


Kebiadapan Karya Perusak Hancurkan Alur Kiasan Sejarah Karya S. Tijab


Genta Buana Pitaloka, sebagai produsen sinetron-sinetron laga klasik yang selalu mengangkat budaya dan sejarah bangsa indonesia kini telah mengalami kemunduran (mungkin dalam semua bidangnya). Dahulu kala rumah Produksi yang dimotori oleh Budi Sutrisno ini bernama Genta Buana Pitaloka, pada tahun 1990-an production house ini berhasil merebut jutaan mata penikmat tayangan televisi dengan sinetron Produksi pertamanya yaitu Singgahsana Brama Kumbara, cerita ini merupakan visualisasi sebuah karya sandiwara radio besutan Niki Kosasih yang teramat popular pada pertengahan tahun 80-an hingga saat ini (karena gaungnya tidak pernah hilang). Keberhasilan sinetron laga klasik yang mengusung setting kerajaan pasundan ini kemudian menginspirasi genta Buana untuk memproduksi sinetron dengan genre yang sama. Budi Sutrisno selaku produser di sini juga sangat bijak dalam memilih orang-orang untuk dilibatkan didalamnya, ini sangat terbukti dengan set décor yang bagus, fighting scene yang keren, make up artis yang “sesuai” dan juga iringan music yang menghentak sungguh membuat jantung berdetak kencang.
Karya-karya yang dihasilkan Genta Buana setelah keberhasilan Singgahsana Brama Kumbara antara lain, Tutur Tinular, Tutur Tinular 2, Misteri Gunug Merapi, Angling Dharma, Karmapala, Wali Songo, Keris Empu Gandring. Genta Buana semakin bergeliat dengan hebat, hampir setiap malam ada saja sinetron dari production house ini yang menghiasi layar kaca, rating juga selalu berada di atas, keberhasilan ini juga tidak lepas dari kebijakan produser  untuk menggunakan orang-orang berkualitas seperti saya tulis diatas, dalam banyak karya yang dikeluarkan Genta Buana Pitaloka, setiap set décor maupun indahnya adegan laga yang tersaji adalah hasil kerja dari orang nomor satu dibidangnya, seperti Soemantri Jelitheng selaku pemegang art décor, dengan indahnya dia membuat istana majapahit yang teramat megah menjadi seperti benar-benar istana sungguhan dan tentu saja membuat sinetron Tutur Tinular yang kala itu tayang menjadi sangat diminati, demikian juga untuk adegan laga tidak tanggung-tangung mereka mengusung nama Edy S. Jhonatan, dia adalah mantan pemain film laga yang sudah cukup lama berpengalaman di bidangya, sampai detik ini menurut saya sendiri belum ada tandingan bagi dia sebagai penata laga dalam sinetron atau film.
Berbicara mengenai karya Genta Buana Pitaloka, yaitu Tutur Tinular karya S.Tijab yang ngetop duluan sebagai sandiwara radio di tahun 80-an ini digarap oleh genta Buana dengan sangat serius “kala itu”. Jalan cerita yang memang sangat rumit memang harus di pegang oleh orang yang berkelas, sinetron ini digarap oleh genta Buana bekerja sama dengan Cho Cho Studio Beijing China dan juga CCTV China. Sinetron ini juga melibatkan pemain dari dalam negeri sendiri maupun artis dari negeri tirai bambu tersebut. Jalan cerita yang yang juga mengandung banyak sekali muatan sejarah nusantara ini juga melibatkan cerita mengenai tentara Mongolia yang datang ke tanah jawa kala itu. Untuk hal ini juga lah Genta Buana rela untuk “mengungsikan “ sebagian kru dan pemainya untuk menetap di China beberapa waktu guna pengambilan gambar di sana, penggunaan kamera yang memang sekali lagi “seessuuaiii” dengan genre menghasilkan latar belakang kerajaan Kaisar Khubilai Khan sangat megah tidak kalah dengan cerita asli china The Red Clift, keindahan pegunungan, sungai dan pagoda pada adegan Mei Shin dan Lou Shi San berdayung sampan juga sangat mempesona, tidak ketinggalan juga adegan laga yang sangat memukau hasil besutan Edy S Jhonatan dan sutradara dari negeri China menghasilkan Adegan-adengan laga yang tak terlupakan. Bahkan produk obat flu Neozep Forte saat itu sempat menggunakan adegan laga Mei Shin, dan mendapuk Arya Kamandanu (Anto Wijaya) dan Mei Shin (Lee Yun Juan) sebagai bintang iklan dan brand ambasadornya.
Lama tidak kedengaran ceritanya mengenai sinetron-sinetron laga, atau mungkin genre ini sedang tenggelam jauh, maka Genta Buana Pitaloka juga menghilang, Produksi yang tayang selama ini sejank genre kolosal mati suri hanya FTV dengan  kesan murahan dan tidak berbobot, membuang waktu saja saya mengulasnya…, nama Genta Buana Pitaloka pun berubah seiring perubahan format produksinya ibaratnya dari kelas PIALA OSCAR ke kelas PIALA CITRA (..citra buruk..) menjadi Genta Buana Paramitha…
Baru-baru ini menjelang penghujung tahun 2011, tidak disangka dan diduga, PT. Genta Buana Paramitha meluncurkan Produksi terbarunya, yang kabarnya sangat sepektakuler, menelan dana tidak kurang dari 18 M (delapan belas Emmmm… eimbeeeerrr), hasil karya S.Tijab yang pernah di buat sinetronnya pada 1997 oleh nya sendiri ini di buat ulang dengan bandrol TUTUR TINULAR VERSI 2011,… wow… ternyata bukan hanya White Snake Legend saja yang punya judul White Snake Legend 2010, tetapi ternyata ada juga Tutur Tinular Versi 2011. Wah.. berlembar-lember angin syurga seperti meniup wajahku yang manis.., aku teramat bahagia seperti aku dibawa kembali kemasa kecilku dulu yang indah, dimana aku tidak ada kerjaan lain selain belajar dan menonton tv tiap malam yang salah satu malamnya menantikan tayangan Tutur Tinular yang dahulu kala, kemudian paginya bercerita seru di sekolah. Aku juga membayangkan betapa bagusnya nanti (sudah pasti… aku pede banget), karena versi yang tahun 1997 saja sudah sangat bagus, set décor mengah, adegan laga spectacular make up dan kostum cuuucoook, dan shooting hingga ke negerinya Kwee Cheng sana, gimana versi 2011 nya.. bayangan ku Mei Shin akan di perankan oleh pemeran Xiau Lung Nu versi 2006 yaitu Liu Yi Fei…
Pertama kali lihat trailernya yang beberapa hari sebelum tayangan perdana di puter mulu oleh indosiar, saya sedikiiiiiiiiiitttt punya pikiran atau lebih tepatnya lagi memiliki firasat tidak baik, adegan yang disuguhkan dalam trailer itu 98% adegan laga,… dalam adegan laga pada trailer tutur tinular 2011 itu aku tidak melihat ada sentuhan Edy S. Jonathan sama sekali, terus sekelebat ada prajurit berlarian kok aku melihat ada orang berbusana mataram,..? memang adegan nya lumayan bagus apa lagi ketika seorang dengan pedang ditangan kemudian melayang tinggi sekali dan di iringi 4 orang bersenjata menggunakan topi pemetik teh melayang di sekelilingnya.. itu baguuuussss sekali, namun aku sempat berpikir .. kok seperti bukan Produksi genta Buana yaaa.. aku berkali-kali lihat trailernya dengan seksama satu persatu muka pemain yang bergerak cepat itu aku perhatikan .. aku bergumam “..mmmm ini pasti buatan diwangkara film..”, karena pemainya muda-muda semua.. tapi bodo ah.. yang penting aku bisa ketemu lagi dengan Mei Shin.. begitu kata hati saya.
Saya lupa hari itu hari apa saat penayangan perdananya, pokoknya saat itu adalah hari kerja, aku dikantor gelisah, ingin segera pulang dan kemudian duduk manis depan TV sambil merokok menantikan Tutur Tinular Versi 2011, bahkan di account FB saya, saya sudah seperti yang punya stasiun TV saja, berkali kali tiap hari saya tulis di wall..”jangan lupa saksikan Tutur Tinular Versi 2011 ya di indosiar.. nanti malam jam  20.30 WIB…” begitu aku tulis.
Saat yang aku tunggu pun tiba, tayangan ini mulai di tumpahkan ke layar indosiar, aku sudah duduk manis dari jam 6 sore, sedikit terkejut ketika opening ternyata ini karya buatan PT. Genta Buana Paramitha, nama “Paramitha” dibelakang genta membuat hatiku dihinggapi perasaan khawatir “jangan-jangan nanti ada kala jengking… atau ular raksasa.. atau binatang ini itu.. dan ada orang nyanyi dangdut…” serius.. aku sempat berpikir seperti itu yaaa kurang lebih 50 detik lah, tapi aku sekali lagi menepis prasangka itu, tuh dah mulai main..  belum selesai saya terkejut tadi kemudian terkejut lagi ketika melihat para pemain berbusana Mataram Islam kemudian set bangunan juga seperti dikerjakan oleh orang-orang yang tidak tahu apa-apa, berantakan dan kasar serta warna yang tidak natural.
Adegan berantem yang aku lihat di trailer itu tiba-tiba seperti mimpi yang tidak dapat diulang lagi, ternyata faktanya saat adegan laga di sini banyak yang dibuat slow motion, kemudian di awal kisah aku sampai bingung sebetulnya ini cerita bermula dari mana.. atau saya yang tidak tahu cerita awalnya. Hingga episode pertama berakhir, aku pun merasa malu dengan rekan saya yang memang menemani saya nonton, dia komentar terus mengenai busana, dan juga hiasan naga yang tidak mungkin sekali harus ada. Namun di hatiku berbicara, ah.. baru episode awal, mungkin ceritanya dikembangkan di depan, nanti pasti balik ke rel nya, namun setelah hampir 10 hari saya menonton sinetron ini saya merasa memang ini bukan tutur tinular, aku mulai kecewa karena jalan cerita tidak se titik pun menyentuh jalan cerita asli, tokoh-tokoh utama pun hanya beberapa orang yang muncul, sedangkan nama seperti Mei Shin dan Sakawuni yang ibaratnya tulang punggung cerita Tutur Tinular itu tidak memungkinkan akan muncul, tidak ada tanda-tandanya untuk kemunculannya itu.
Malah tokoh-tokoh lain yang tidak ada dalam cerita dimunculkan seperti Raden Bentar dari Saur Sepuh, malah yang membuat tangan ku ini gatal ingin membanting TV saya adalah keluarnya bocah-bocah ingusan yang menyebalkan sekali, mereka adalah Krishna dan Kansa, ya tuhan.. ini adalah kisah india kenapa bisa numpang ngetop di Tutur Tinular, mereka itu anak-anak tidak berdosa namun kalau melihat dia sumpah saya akan jitak kepalanya… menjijikan!!!!!. Belum selesai dongkol hati ini akibat kemunculan bocah-bocah itu ehhhh ada burung bisa ngomong, bagus kalau burung itu jelmaan tokoh yang memang ada di Tutur Tinular, tapi ini burung adalah burung padmini yang memang tidak ada orang kenal sebelumnya, sudah deh … selamat datang kisah sinetron pujaan para ibu dan pembantu seperti Tersanjung dan Cinta Fitri menyusup ke sini, kemudian lebih banyak kejanggalan yang ada di sini yang memang malas aku sebut satu satu.
Sekarang saya menonton sinetron yang saat ini sedang ngetop dengan sebutan SINETRON SAMPAH ini hanya beberapa menit, dan saya sudah paham apa yang akan terjadi selama dua jam mendatang sesudah itu aku menonton siaran lain, tapi walau sampah begitu ternyata sinetron ini booming lho di internet tuhhhhh… sampai ada spanduk khusus buat dia, sinetron lain mana ada yang di buatkan spanduk khusus, blog khusus atau Fans Pages dan account FB serta Tweeter khusus… Cuma ini Tutur Tinular Versi 2011 yang punya,… benar-benar mendapat CITRA… (tetep citara buruk).
Pada halaman FB Tutur Tinular 2011 itu hanya berisi cacian dan sumpah serapah untuk karya ini .., karena sinetron bedebah ini telah melenceng jauh dari fakta asli, sutradara maupun penulis sekenario yang sekarang mengganti nama karena takut di jambak-jambak orang satu Negara ini  telah menghilangkan 100% muatan sejarah yang ada dalam karya S.Tijab ini menjadi sebuah tayangan paling MENJIJIKAN sepanjang peradaban manusia dari jaman ATLANTIS sampai jaman ALAMAT PALSU AYU TING TING ini. Kalau ada pepatah mengatakan “tiada kata seindah doa” maka buat hasil karya pattel ini “tiada kata selain BIAAAADAAAAAPPPPPP !!!!!!!!”
Semakin hari semakin jengkel melihat tayangan sinetron sampah ini, sudah alur cerita dibawa kemana-mana gak jelas, ditambah lagi para bocah ABG yang memang sudah bodoh dan goblok dari kandungan biyung mereka itu berteriak histeris …. Ooooohhhh kak rrrrrriiiiiiiicooooooo… ganteng bangetsih……., NAJIS TRA LA LA…. Ingin aku muntah di muka mereka kemudian aku garuk pakai cangkul. Sudah seperti itu admin pengelola FP juga seperti orang yang tolol, semua tidak pernah menanggapi dengan serius, bahkan dari beribu-ribu tulisan yang di posting ternyata tidak membuat sedetikpun tayangan biadap itu berubah ke jalan yang benar…, sekarang tidak ada jalan lain, kalau begini terus bisa-bisa toko elektronik panen untung besar karena banyak orang membanting tv dan beli pesawat tv baru, oke kita harus bahu membahu untuk memBOIKOT tayangan SAMPAH ini… mereka sutra dara dari INDIA biadap itu telah membelokan cerita ini seperti kereta jurusan Jakarta – Surabaya yang dibelokan kea rah banjar masin, entah gimana caranya mau masuk laut juga bodooooo amat.
Sekarang sudah banyak gerakan secara online untuk memBOIKOT sinetron tidak bermutu ini, mulai dari Facebook, Kaskus, Blog dll. Ayo untuk semua dukung gerakan ini untuk menghentikan penayangan KARYA SAMPAH SINETRON BIADAP BESUTAN SUTRADARA BEROTAK KAMBING DARI INDIA … TUTUR TINULAR VERSI 2011 ini, jangan ragu, tulis komentar kalian sesuka hati terus dukung pemboikotannya, semoga saja ada tindakan tegas dari KPI untuk hal ini…